Kunjungi Web Site SD Raj Yamuna

Dokumentasi Kegiatan SD Raj Yamuna pada Pentas Budaya Melepas Matahari bersama Dinas Kota Denpasar.

Pages

Sunday, September 29, 2013

HUT PERGURUAN RAJ YAMUNA YANG KE-34

Perayaan Hut Perguruan Raj Yamuna yang ke - 34 di rayakan secara interen bersama anak-anak, guru-guru dan karyawan Perguruan Raj Yamuna. Walaupun dirayakan dengan sederhana namun tidak mengurangi semangat dan kebersamaan dari semua Karyawan, Guru dan orang tua murid.
Untuk memeriahkan kegiatan ini diadakan acara lomba-lomba di masing-masing unit seperti :
  • Lomba Mewarnai dan menggambar
  • Lomba aduan Suara
  • Lomba Fashion
  • Lomba Karaoke
  • Lomba Kebersihan Kelas
  • Lomba Basket
  • Lomba Mengkap Belut
  • Lomba Jegeg Bagus

Wednesday, September 18, 2013

Upacara Pediksan,Pelaksanaan Seda Raga Bhawati Jro Gde Okin Adiyana

13 September 2013 // persindonesia.com 
KETRTA DALEM DENPASAR - Seseorang yang me-Diksa tentu sudah memenuhi syarat-syarat formal,diantaranya menemukan Nabe yang bersedia mengangkatnya menjadi Oka(murid). Adalah seorang yang selalu dalam keadaan bersih dan sehat baik lahir maupun bathin.mampu melepaskan diri dari ikatan keduniawian,tenang dan bijaksana,selalu berpedoman kepada Kitab Suci Weda,paham dan mengerti tentang Catur Weda,mampu membaca Sruti dan Smrti,teguh melaksanakan Dharma-Sadhana (sering berbuat amal, jasa, dan kebajikan) teguh melaksanakan Tapa Brata.
      Selanjutnya diterima secara resmi menjadi murid/ Oka dengan upacara “Meperas Dados Oka” sekaligus pawintenan menjadi “Jero Gde/Diksita” (murid utama untuk belajar kesucian). Sejak saat itu Jero Gde/Diksita “aguron-guron” (belajar teori dan praktik) menjadi Sulinggih sambil mempersiapkan mental dan perilaku suci agar memenuhi persyaratan spiritual.
 Lamanya masa aguron-guron ini tergantung pada penilaian Nabe. Apabila dinilai sudah cukup matang, maka calon Diksa mempersiapkan kelengkapan administrasi seperti:
        Surat permohonan mediksa kepada PHDI Kabupaten/Kota,Surat Keterangan berbadan sehat, berkelakuan baik, riwayat hidup, riwayat pendidikan, persetujuan istri, dukungan warga (dadia), dan pas-foto.
Setelah menerima surat permohonan itu, PHDI mengadakan penelitian baik kepada calon Diksa maupun kepada Nabe-nya. Seterusnya diadakan Diksa Pariksa (ujian lisan) oleh PHDI. Apabila dinyatakan lulus dan memenuhi syarat maka dikeluarkanlah Surat Ijin Madiksa oleh PHDI.
     Puncak upacara Madiksa didahului dengan upacara “seda raga”,untuk menghilangkan “sadripu” calon Diksa. Setelah seda raga, dilaksanakan upacara Diksa sehingga “lahirlah seorang Dwijati” yang sudah berubah dibanding ketika masih “walaka”
 
    Upacara Seda-Raga, yaitu suatu upacara yang dilakukan sebelum “me-Diksa” menjadi Brahmana (Pandita). Prosedur mati seperti wafatnya Panca Pandawa: mulai dari kaki (Nakula-Sahadewa), suhu badan menurun-dingin (Arjuna), tenaga (Bima), terakhir: Atman(Yudistira).
Sedangkan yang memindahkan atman ke “daksina lingga” adalah Nabe. Mula-mula Diksita duduk di depan beliau dan seluruh tubuh dibungkus kain kafan dengan rerajahan tertentu. Dengan mantra-mantra khusus,menjadikan Diksita mati raga.
     Setelah mati raga kemudian diusung oleh keluarga dan ditidurkan di bale,tetap dengan rurub dan ada banten pengabenan lengkap. Dilanjutkan oleh puja Nabe menghantarkan atman dari Diksita ke alam nirwana,disertai doa,doa para nabe (nabe Guru Waktra & Nabe Guru Saksi) dalam bahasa sansekerta.
     Tujuan Seda/mati raga adalah untuk menghilangkan “sadripu” calon Diksa. Setelah seda raga, dilaksanakan upacara Diksa sehingga “lahirlah seorang Dwijati” yang sudah berubah dibanding ketika masih “walaka”,mengetahui jalan ke nirwana sehingga bila jadi Sulinggih, nanti bisa menuntun atma-atma yang diupacarai Pitra Yadnya dan bahkan bisa menasihati mereka yang disebut dalam istilah di Lontar yaitu Ngentas atma. Jadi kalau belum melalui upacara seda raga, belum bisa,belum siap,belum boleh muput Pitra Yadnya.
Proses Diksa/Penobatan Sulinggih.
      Seseorang yang me-Diksa tentu sudah memenuhi syarat-syarat formal,diantaranya menemukan Nabe yang bersedia mengangkatnya menjadi Oka(murid). Diksita adalah seorang yang selalu dalam keadaan bersih dan sehat baik lahir maupun bathin.mampu melepaskan diri dari ikatan keduniawian,tenang dan bijaksana,selalu berpedoman kepada Kitab Suci Weda,paham dan mengerti tentang Catur Weda,mampu membaca Sruti dan Smrti,teguh melaksanakan Dharma-Sadhana (sering berbuat amal, jasa, dan kebajikan) teguh melaksanakan Tapa Brata.
     Selanjutnya diterima secara resmi menjadi murid/ putra dengan upacara “meperas” sekaligus pawintenan menjadi “Jero Gde/Diksita” (murid utama untuk belajar kesucian). Sejak saat itu Jero Gde/Diksita “aguron-guron” (belajar teori dan praktik) menjadi Sulinggih sambil mempersiapkan mental dan perilaku suci agar memenuhi persyaratan spiritual.
      Lamanya masa aguron-guron ini tergantung pada penilaian Nabe. Apabila dinilai sudah cukup matang, maka calon Diksa mempersiapkan kelengkapan administrasi seperti:Surat permohonan mediksa kepada PHDI Kabupaten/Kota,surat keterangan berbadan sehat, berkelakuan baik, riwayat hidup, riwayat pendidikan, persetujuan istri, dukungan warga (dadia), dan pas-foto.
       Setelah menerima surat permohonan itu, PHDI mengadakan penelitian baik kepada calon Diksa maupun kepada Nabe-nya. Seterusnya diadakan Diksa Pariksa (ujian lisan) oleh PHDI. Apabila dinyatakan lulus dan memenuhi syarat maka dikeluarkanlah Surat Ijin Madiksa oleh PHDI.
Puncak upacara Madiksa didahului dengan upacara “seda raga yang akan melahirkan seorang Dwijati.
Tgl 13 September 2013
Pelaksanaan Upacara Mediksa Jero Gde Okin Adiyana/Bhawati,”Seda Raga”.
     Dimulai dengan Upacara melaspas mendem pedagingan/dasar,dengan tujuan merubah setatus rumah/Kediaman menjadi Gria,upacara dilaksanakan secara lengkap disertai baris,rejang,wayang lemah,Topeng Sida Karya.
Jero Mangku Gde Okin Adiyana/Bhawati melakukan upacara Seda Raga sebagai puncak upacara Pediksan menjadi seorang Brahmana Dwijati. Proses Upacara dimulai sejak sore hari dimulai dengan puja dari para Nabe.Seda Raga dilaksanakan sekitar jam 6 sore ,atma Sang Diksita dientas dipindahkan ke Daksina Lingga oleh Nabe ,setelag seda raga/mati raga kemudian raga kosong tersebut dipindahkan ke bale, seda raga dilaksanakan hingga keesokan jelang pagi. Diksita diperlakukan selayaknya sebagai seorang yang sudah meninggal dunia,lengkap dengan banten Pengabenan lengkap.
     Keesokan jelang pagi para nabe mengembalikan atman diksita dimasukkan kembali ke badannya dengan mengunakan doa mantra, membangunkan dan kembali seperti sediakala,namun diartikan telah dilahirkan kembali menjadi seorang Dwijati,sekaligus berhak mengunakan prucut (rambut yang diikat ke bagian atas kepala) , dilanjutkan dengan Ngelinggihan Weda/Puja , Mepulanglingga,jadilah Sang Brahmana Dwijati Abhiseka “Ida Panditha Sri Begawan Penyarikan Cista Dharma Jnah Dwija Loka”.
 
     Tgl 14 September 2013, dimulai sejak jam 8 pagi masyarakat sekitar beserta undangan dari berbagai kalangan datang berduyun ke Gria taman Sari Sida karya,guna mengucapkan selamat kepada Ida Panditha Sri Bhagawan Penyarikan,diantaranya yang hadir ; Ketua Pesemetonan Bali-Fukuoka Jepang AA Ngr Gde Widiada,bersama Konsul Jepang,tokoh masyarakat,dll. Secara Khusus perwakilan PHDI Bali ikut hadir sebagai saksi sekaligus lisensi telah sah menjadi Brahmana Dwijati,sekaligus mengucapkan selamat,dalam sekapur sirihnya mewakili PHDI Bali memaparkan  ;
     Dengan bertambahnya sulinggih di bali diharapkan akan membawa Bali kearah yang lebih baik lagi,melalui doa-doa yang dilakukan oleh para sulinggih(Nyurya Swana),kesucian Bali akan membawa keseimbangan kehidupan bagi kita semua,demikian diungkapkan seraya mengharap agar Ida Pandhita Sri Bhagawan Penyarikan sebagai Sulinggih yang baru tetap memegang komitment memegang Dharma seorang Brahmana Dwijati/Sulinggih.
    Ida Panditha Sri Bhagawan Penyarikan secara singkat mengungkapkan , komitment akan tetap melaksanakan Dharma sebagai seorang Sulinggih,karena telah merupakan pituduh/jalan hidup yang diberikan oleh Hyang Siwa/Hyang Maha Kuasa,melaksanakan Dwijati Seda Raga dan kini telah terlahir sebagai Brahmana Dwijati, suatu kebahagiaan telah menjadi abdi Siwa sekaligus mengimplementasikan pegabdian diri ke dalam Dharma Agama dalam kehidupan. Sesuai dengan Dharma seorang Bramana Dwijati,demikian ungkapan Ida Sri Bhagawan Penyarikan.
     Secara singkat Ida Sri Bhagawan Penyarikan menuturkan pengalamannya saat melakukan seda raga “ jiwa terasa terlepas dari badan,melayang berputar-putar ,dan bisa melihat jasad kita mati/seda terlentang di atas balai,mati bukan sesuatu yang menakutkan,namun sebuah kesucian,keindahan untuk menuju sesuatu hal yang baru,demikian.
  
(Gus & dari berbagai sumber), Persindonesia.com


Untuk Foto Kegiatan Lihat di bawah ini


 

Powered by TripAdvisor

Friday, September 13, 2013

Acara Mejauman Jero Mangku Gede (Made Okin Adiyana)



persindonesia.com // 22 Agustus 2013

        I Made Okin Adiyana ( Keluaraga Besar Arya jelantik) yang telah diberi Gelar Jero Mangku Gede melalui upacara Meperas Dados Oka Aguron-Guron , Meperas Dados Oka (Bawati) Merupakan ; yakni sebuah upacara khusus merupakan tahapan seseorang yang akan menjadi Sulinggih,upacara tersebut bertujuan untuk meminta Panugrahan dari Ida Batara/Sanghyang Widhi,melakukan persembahyangan di Utama mandala Geria Taman Sari,natab banten Peras Pelukatan Peresikan Pebersian,juga Mepinton di depan para Nabe ,dengan dilakukan upacara tersebut menjadikan Mangku I made Okin Adiayna sebagai Calon Biksuka/Sulinggih ,dan diberi gelar Mangku Gede.

       Kini Upacara dilanjutkan dengan Upacara Mejauman pada Kamis(22 Agustus 2013),Upacara dilaksanakan Di Geria Taman Sari Lingga Jalan Pantai Lingga No 13 Singaraja. Mejauman merupakan memohon Restu.
Sembah pamitan pada keluarga. Sang Calon Diksita wajib menyembah orang tua (bila masih hidup) atau yang patut disembah, mohon restunya demi keselamatan pada saat dan sesudah didiksa. Calon Diksita juga minta ijin kepada sanak saudaranya yang berumur lebih muda. Sembah pamitan terakhir karena di kemudian hari seorang sulinggih tidak boleh menyembah si apapun yang masih walaka. Intinya “Menyatukan diri dengan kesucian secara utuh”. Bagaikan jaum/jarum menjarit merekatkan diri kepada kesucian.

     Kelanjutan Upacara ; Sabtu, 31 Agustus 2013 dilaksanakan Acara Diksa Pariksa dari Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Tgal 12 September 2013,dilaksanakan melaspas Merajan dan Geria (Gria Taman Sari Sidha Karya ( Jlan Kertha Dalem sari IV No 7 Sidakarya Denpasar ).
Upacara Pediksaan Ngelinggihang Puja mapulang Lingga , secara utuh  akan dilakukan pada tanggal 13 September 2013,sebelumnya tgl 12 September 2013 akan dilakukan upacara Seda Raga sekitar pukul 17,00 Wita dan metangi jam 04 keesokannya. ( Seda Raga dalam Upacara Medwijati =mati dan dilahirkan kembali menjadi Sulinggih), dilanjutkan dengan mesucian,Ngelinggihan Weda & Pulang Lingga.
Jero Mangku Gede diberi Gelar Ida Pandita Sri Bhagawan Penyarikan Cista Dharma Jnah Dwija Loka.

     Secara khusus Tgal 13 September 2013 akan dilaksanakan Upacara manusa Saksi.

Nabe ;
       Nabe Guru Putra ; Ida pandita Nabe Seri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi (Gria Taman Sari Lingga Singaraja). Nabe Guru Waktra ; Ida Pandita nabe Rsi Agung Dwija Bharadwaja (Gria Taman tanjung mekar Patemon Singaraja). Nabe Guru Saksi ; Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Shandi Wirtharaga(Gria Taman sari Sepang Busung Biu Singaraja).
Mediksa merupakan Upacara pawintenan tingkat tertinggi, adalah upacara mensucikan seseorang oleh Nabe yaitu Sulinggih Dwijati yang sudah berwenang melakukan pawintenan. Berwenang melakukan pawintenan, berdasarkan panugrahan (ijin) dari Nabe Sulinggih itu, atas pertimbangan kemampuan spiritual yang tinggi (jnyana), lamanya mediksa, dan pertimbangan-pertimbangan lain-lain.


        Mawinten berasal dari dua kata dalam bahasa kawi yakni: mawa, dan inten. Mawa artinya: menjadi, dan inten artinya suci, bercahaya, dan sakral. Dari pengertian ini terkandung makna bahwa seseorang yang sudah mewinten diharapkan menjadi suci, berkharisma, dan sakral sehingga patut mendapat kedudukan sosial di masyarakat sebagai seorang ekajati. Ekajati artinya kelahiran yang pertama; bila dikemudian hari mediksa, ia akan menjadi seorang dwijati atau kelahiran yang kedua.
 (Gus)

Postingan Terbaru