Kunjungi Web Site SD Raj Yamuna

Dokumentasi Kegiatan SD Raj Yamuna pada Pentas Budaya Melepas Matahari bersama Dinas Kota Denpasar.

Pages

Thursday, December 12, 2013

MEMBUDAYAKAN HIDUP BERSIH, SEHAT SERTA PENGELOLAAN SAMPAH



Penanaman sejak dini kepada anak didik tentang hidup bersih sudah sejak lama telah di tananamkan oleh seluruh guru dan karyawan di Perguruan Raj Yamuna, namun tindakan nyata terhadap pengelolaan sampah baik yang organik dan yang unorganik masih perlu diupayakan lebih lanjut. Berkanaan dengan itu Jumat, 12 Desember 2013 SD Raj Yamuna mengundang Nara Sumber dari  PPLH untuk bisa memberikan pengalaman dan teknik penanganan dan pengelolaan sampah yang baik dan benar.

Sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam dalam bentuk padat. Pengelolaan sampah adalah kegiatan sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Pemilahan sampah merupakan kegiatan pengelompokan samaph menjadi paling sedikit 5 jenis sampah, yaitu :
  1. Sampah yang mudah terurai
  2. Sampah yang dapat digunakan kembali
  3. Sampay yang dapat didaur ulang
  4. Sampah B3 dan
  5. Sampah lainnya.
Sampah yang terkumpul selanjutnya bisa di manfaatkan menjadi Kompos, bahan Biopori atau bisa di kirim ke Bank Sampah yang selanjutnya akan di pilah-pilah yang nantinya bisa dipakai Kerajinan Daur Ulang. Di Denpasar sudah ada Bank Sampah yang mempunyai tujuan :
  1. Membantu dalam mengurangi sampah.
  2. Membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah yang bernilai ekonomis, dan 
  3. Membantu mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.
Disamping memberikan tentang jenis-jenis sampah yang ada nara sumber juga memberikan latihan / praktek membuat kerajinan daur ulang kepada siswa-siswi Raj Yamuna. Kerajinan daur ulang merupakan kegiatan yang memanfaatkan barang bekas / limbah sehingga bisa bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis, seperti tas, dompet, jas hujan, sandal dll. Pada pelatihan singkat ini anak-anak Raj Yamuna sangat antusias sekali mengikuti kegiatan.

Monday, December 9, 2013

Pembukaan Ulangan Semester tahun 2013/2014 SMP Raj Yamuna



Denpasar-
Enam bulan sudah siswa-siswi belajar di sekolah baik negeri maupn swasta saatnya menghadapi ujian akhir semester. Setiap sekolah memiliki ciri khas dalam menyambut ulangan semester seperti di SMP Raj Yamuna sebelum siswa-siswi melakukan ulangan terlebih dahulu melakukan kegiatan pembukaan. Kegiatan pembukaan menyambut ulangan semester gasal diadakan pada selasa, 26 november 2013 yang dilaksanakan di balai banjar Perguruan Raj Yamuna, yang dihadiri oleh ketua yayasan, kepala sekolah TK, SD dan SMP Raj Yamuna.
Kegiatan ini diwali dengan sambutan selamat datang dengan persembahan tari jempiring oleh siswi SMP Raj Yamuna, kemudian sambutan dari kepala sekolah SMP, pembacaan tata tertib ulangan, pembacaan perjanjian pengawas dan pembacaan janji peserta ujian. Ujian semester gasal dibuka secara resmi dengan pemukulan gong oleh ketua yayasan  perguruan Raj Yamuna.

Kepala sekolah SMP Raj Yamuna mengatakan “ulangan semester akan menentukan kelulusan siswa kedepanya khususnya bagi siswa kelas tujuh dan kelas delapan sebagai sistem baru yang diterapkan oleh pemerintah dalam menghadapi kelulusan di tahun yang akan datang. Selain itu juga ulangan semester ini merupakan ajang evaluasi belajar siswa selama enam bulan dan diharapkan para pengawas ujian benar-benar mengawasi anak didiknya dalam mengerjakan soal agar tidak ada yang melanggar dan bahkan melakukan kecurangan dalam mengerjakan soal nantinya. Ini sangat berpengaruh terhadap kesiapan siswa dalam menghadapi ujian yang akan datang” ujarnya.
Pelaksanaan ulangan semester tahun 2013/2014 akan berlangsung sampai tanggal 02 Desember 2013 yang akan diikuti oleh 220 Siswa SMP baik dari kelas tujuh sampai kelas sembilan dan akan dibagi menjadi enam ruangan.

HUT PGRI dan KOPRI PAHLAWAN TANPA TANDA JASA

Denpasar-





Guna memperingati HUT PGRI dan KOPRI yang ke-68 seluruh perguruan Raj Yamuna menggunakan pakaian PGRI pada hari Senin, 25 Nopember 2013 untuk merayakan HUT PGRI dan KOPRI dengan melakukan upacara bendera. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dalam bidang ilmu pengetahuan yang telah membagikan ilmu yang dimilikinya tanpa pamrih dan tanpa pantang menyerah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa utamanya anak-anak bangsa yang nantinya akan menjadi generasi peneris dan ujung tombak Negara.
Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa bertugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai yang tertuang dalan UUD 1945 alenia ke-4. Guru selalu menginginkan agar anak-anak didiknya bisa mencapai suatu kesuksesan. Guru membagikan dan mengabdikan hidupnya untuk mendidik anak bangsa agar menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa serta menjadi anak yang bermoral dan berkarakter baik.
Peringatan HUT PGRI dan KOPRI yang dilaksanakan pada senin kemarin diisi dengan serangkaian acara salam-salaman antara guru dan para siswa sebagai rasa cinta kasih kedekatan guru dan anak didiknya. Jasa-jasa seorang guru akan dikenang oleh para siswa karena guru memberikan ilmu pengetahuan yang berguna bagi siswa sepanjang hayat.
Kepala sekolah Drs. I Made Jasa menyatakan bahwa “Pemerintah telah mencanangkan ada hari guru karena guru bertugas dan berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa guna melahirkan anak-anak yang berkreativitas, aktif dan mampu terjun ke dalam masyarakat untuk menjadi anak yang bermoral baik di masyarakat“ ujarnya. Made Jasa menambahkan bahwa ada empat guru yang wajib dihormati dan ditaati salah satunya adala guru di sekolah karena guru adalah orang tua kedua yang bertugas mendidik anak-anak mejadi anak yang terdidik dan bermoral baik serta mempunyai karakter baik” ujarnya.
Guru yang berhasil adalah guru yang dapat mendidik anak-anaknya menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsanya. Guru adalah Palawan dalam dunia pendidikan karena seorang siswa pincang tanpa tuntunan seorang guru dan siswa buta tanpa pendidikan atau pengetahuan. Guru penting untuk mengarahkan siswa dengan memahami ilmu pengetahuan.

Sunday, November 24, 2013

Roda Emas SMP Raj Yamuna “Le Tour de Bali in Lembongan”

Denpasar-
Sela-sela kegiatan KBM yang sedang berlangsung dan dalam persiapan ulangan semester SMP Raj Yamuna melakukan kegiatan positif di bidang non akademis seperti kegiatan relly sepeda yang kali ini mengambil rute Bali-Lembongan dengan tema “Le Tour de Bali In Lembongan”. Kegitan ini dilaksanakan pada Jumat, 08 November 2013. Kegitan relly sepeda rute Bali-Lembongan diikuti oleh dua belas siswa dengan dua pendamping yang menemani siswa. Kegiatan relly sepeda ini dilakukan dengan tujuan memberikan pengalaman kepada siswa serta menjaga kesehatan diri. Kegiatan relly sepeda, siswa menyadari manfaat kesehatan diri didapat dengan mudah dan menyenangkan.
Menurut Drs  I Made Jasa mengatakan “ kegitan relly ini rutin diadakan pada saat liburan sekolah dengan tujuan siswa menjaga kesehatan dirinya dan menjaga pergaulan siswa agar tidak menyimpang. Selain itu juga sekolah tidak memberikan siswa libur dan mereka dituntut untuk mengikuti pelajaran sebagai mestinya setelah kegiatan relly sepeda ini berakhir sehingga mereka tidak ketinggalan pelajaran dengan teman lainnya“ ujarnya. Kegiatan relly sepeda berangkat dari jam 5 pagi dari sekolah menuju lembongan dan tiba di bali jam 5 sore. Kegiatan relly sering dilakukan oleh siswa Raj yamuna dengan rute Bali-jawa dan juga keliling bali yang dilakukan pada liburan yang lalu.


Menurut Yogiantara mengatakan “menyenangkan ikut relly sepeda yang diadakan sekolah karena banyak manfaatnya seperti menyehatkan dan juga bisa menghindari aktifitas yang bisa merugikan diri sendiri ujarnya”. Kegiatan relly sepeda ini akan terus diadakan oleh sekolah dengan mecari rute yang baru dan lebih menangtang. Sehingga siswa bisa mengetahui tempat menarik yang ada di lingkungannya dengan bersepeda siswa juga bisa menikmati keindahan alam secara santai dan juga bisa mencintai lingkungan.

Paduan Suara Raj Yamuna School Meriahkan Hut anak Oktober-November


Denpasar-

Hut anak merupkan jadual kegiatan rutin diadakan oleh SMP Raj Yamuna. Hut anak dijadikan ajang unjuk reativitas siswa dan juga dijadikan sebagi pencarian bakat dalam bidang non akademisi. Peringtan HUT anak ini didakan sebulan atau dua bulan sekali agar tidak mengganggu kegiatan proses belajar mengajar apalagi bulan ini siswa harus fokus untuk menghadapi ulangan semester. Hut anak kali ini diadakan untuk memperingati anak yang lahir bulan oktober-november sesuai kesepakatan dewan guru. Hut kali ini diadakan pada jumat, 22 november 2013.yang di hadiri oleh ketua yayasan, guru SMP dan siswa SMP Raj Yamuna.
Lomba paduan suara dilakukan untuk memeriahkan HUT siswa. Lomba paduan suara bertujuan  sebagai ajang perlombaan pencarian bibit bakat dan minat  siswa yang berkopeten dalam bidang tarik suara. Lomba paduan suara diadakan antar kelas sehingga memudahkan mencari siswa yang memiliki suara bagus.
Menurut Dra. A.A. Oka Kusumawati selaku ketua panitia dalam perayaan hut anak ini mengucapkan “lomba paduan suara yang merupakan petama diadakan dalam HUT anak tujuan dari lomba paduan suara ini untuk mencari sisiwa yang berbakat dalam bidang tarik suara dan kemudian mereka di jadikan satu  kelompok untuk dibina lebih lanjut setelah pembinaan akan di tampilkan dalam acara Vokal Grup di bali Tv” ujarnya.
Lebih lanjut ditambahkan oleh ketua yayasan Komang Raj Faresz Adiyana mengucapkan “partisipasi, semangat, antosias siswa dalam lomba paduan suara sangat besar dan berani diacungi jempol semangat tersebut, saya bangga dengan kreativitas yang ditunjukan oleh siswa-siswi disini mereka selalu power full dalam melakukan kegiatan sekolah” ujarnya. Setelah lomba tesebut berakhir siswa melakukan persembahyangan dan selanjutnya melakukan perayaan HUT anak yang lahir bulan oktober-november.

Hut Anak Bulan Oktober-November Membangun Kebersamaan dan Keakraban Antar Warga SMP Raj Yamuna


Denpasar-

Kebahagiaan terpancar di raut muka siswa SMP Raj Yamuna yang lahir pada bulan oktober-november, sebab akan diadakan ulang tahun bagi siswa yang lahir pada bulan tersebut. Kegiatan ini berlangsung pada jumat,22 November 2013 yang diadakan di balai banjar Perguruan Raj Yamuna. Kegiatan ini dihadiri segenap civitas akademisi SMP raj yamuna. Perayaan ini sangat meriah dan diisi dengan berbagai hiburan.
Perayaan ini menjadi kegaiatn rutin yang dilakukan oleh Perguruan Raj yamuna disesuaikan dengan kesepakatan bersama oleh para guru. Perayaan HUT anak diawali dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh ketua panitia dan juga perayaan anak kali ini diadakan lomba paduan suara antar kelas. Lomba paduan suara pertama kali diadakan dalam perayaan HUT anak sehingga perayaan HUT anak kali ini menjadi ajang pencarian bakat dalam bidang tarik suara.

Menurut Dra. A.A. Oka Kusumawati mengatakan “lomba paduan suara dijadikan pencarian bibit dalam bidang paduan suara sehingga menemukan siswa yang benar –benar memiliki suara yang bagus sehingga bisa mengisi pokal grup di bali Tv” ujarnya.
Lebih lanjut kepala sekolah SMP Raj Yamuna Drs. I Made Jasa Mengatakan ”memang paduan suara yang diadakan pada hut anak kali ini untuk mencari bakat siswa dalam bidang tarik suara dan kemudian mereka akan dibidan setelah itu akan di pentaskan di bali Tv untuk mengisi acara pokal grup yang direncanakan pada bulan maret” imbuhnya. Selain itu juga kepala sekolah menyampaikan agenda kegitan yang akan dilaksanakan pada bulan desember seperti ulangan akhir semester, mengadakan lomba menggambar, melakukan study tour ke jakarta, yogya, solo. Itulah agenda kegiatan bulan desember yang akan dilaksanakan oleh SMP Raj Yamuna dalam sela-sela liburan semesteran.

Tuesday, November 19, 2013

PENANAMAN SEJAK DINI TERHADAP JASA PARA PAHLAWAN

"
Semangat kepahlawanan harus tetap dimiliki oleh seluruh WNI, termasuk anak-anak baik dalam situasi perang maupun damai, seperti apa yang dilaksanakan oleh Siswa-Siswi Raj Yamuna yang telah memprogramkan setiap tahun untuk tetap mengingat jasa-jasa pahlawan yang telah memperjuangkan bangsa ini dengan mengadakan Upacara dan Tabur bunga ke Taman Makam Pahlawan Pancakatirta. Hal itu tidak bisa ditawar-tawar lagi jika kita masih ingin eksis dalam situasi pergaulan dunia yang semakin maju dan modern. Tapi harus diingat, kita harus tetap "Cekelan Waton", maju yang beradab dan berkarakter. Merdeka!!!

 "Dengan hari pahlawan seyogyanya dapat kita jadikan sebagai ajang introsfeksi diri sejauhmana apa yang telah kita lakukan, kita perbuat terutama untuk bangsa, negara khususnya lingkungan sekitar kita. Sudahkanh kita melanjutkan dan mengisi alam kemerdekaan ini sesuai dengan apa yang diperjuangkan dan dicita-citakan oleh para pahlawan yang telah mendahului kita."

Friday, November 15, 2013

GRISDA COMPUTER CHAMPHIONSHIP 8 IMPIANKU TERPENUHI

Jumat, 15 Nopember 2013, merupakan hari yang berbahagia bagi Daiki Maharudeika Shirota dan Ni Kadek Dea Monika ketika waktu membosankan menunggu giliran lomba dan waktu menunggu pengumuman hasil lomba komputer, waktu  yang membosankan bagi anak-anak SD Raj Yamuna yang mengikuti Lomba Tahunan yang bertajuk GRISDA COMPUTER COMPETITION YANG KE 8 Tingkat Kota Denpasar yang diselenggarakan oleh OSIS SMP PGRI 2 Denpasar dalam rangka memperingati Hari Guru dan Hari Pahlawan hilang menjadi kebahgian karena 2 dari anak-anak SD Raj Yamuna Mendapat JUARA I Bidang Lomba Microsoft Excel atas Nama DAIKI MAHARUDEIKA SHIROTA Dan NI KADEK DEA MONIKA sebagai Juara II Bidang Lomba Microsoft Power Point 2007.
GRISDA COMPUTER COMPETITION 8 merupakan ajang tahunan yang diselenggarakan sebagai salah satu Program Unggulan dari OSIS SMP PGRI 2 Denpasar. Lomba ini sudah sampai pada tahun ke 8 yang rutin diselenggarakan setiap tahun.

Menjadi kebanggan bagi anak-anak mendapat juara karena pada ajang ini diikuti oleh Sekolah-sekolah Swasta yang sangat diperhitungkan  Seperti SD Harapan, Santo Yosep, Saraswati 3, Saraswati 6, Saraswati 5, Cipta Darma, Public School, SD Muhamad dyah dan Sekolah Negeri


Sunday, November 3, 2013

SISWA SMP Raj Yamuna Peringati Bulan Bahasa dan Sumpah Pemuda





Denpasar-
Menyambut bulan bahasa dan hari sumpah pemuda seluruh siswa SMP Raj Yamuna mempersiapkan diri untuk memperingatinya dengan mengadakan berbagai kegiatan lomba guna meningkatkan kreativitas dan daya pikir siswa. SMP Raj Yamuna menyambut peringatan bulan bahasa dan hari sumpah pemuda yang dibuka pada jumat, 11 Oktober 2013 sampai dengan penutupan pada senin, 14 Oktober 2013 oleh Kepala Sekolah SMP Raj Yamuna Drs I Made Jasa.

Banyak kegiatan lomba yang diadakan dan dilaksanakan oleh siswa SMP Raj Yamuna seperti lomba stand up komedi, lomba cipta dan membaca puisi, lomba poster, lomba tulis tegak bersambung, dan lain sebagainya. Kegiatan lomba untuk memperingati bulan bahasa dan hari sumpah pemuda sebagai salah satu ajang pengembangan diri siswa dalam mengembangkan potensi diri dan skill yang disalurkan melalui lomba-lomba yang diadakan di sekolah. Kegiatan lomba ini merupakan salah satu pelajaran pengembangan diri yang sangat diminati siswa untuk berlatih dan mempelajari bagaimana cara membangun suasana yang lucu tetapi mengandung ilmu pengetahuan yang disampaikan seperti dalam lomba stand up komedi, berlatih untuk mengarang sebuah puisi,  sehingga menghasilkan suatu karya yang indah dan menarik untuk didengar tentunya dengan ekspresi/mimik wajah yang membuat pendengar terkesan. Siswa dituntut untuk bisa menumbuhkan kreativitas, rasa seni, estetika, dan rasa nasionalisme guna menciptakan generasi yang cerdas dan kreatif.
Lebih lanjut Drs I Made Jasa menyatakan “Kegiatan lomba untuk memperingati bulan bahasa dan hari sumpah pemuda sebagai suatu pengembangan diri sangat penting diterapkan sejak dini di sekolah untuk mengembangkan wawasan siswa dan mengasah skill yang dimiliki siswa” jelasnya. Jasa menambahkan “dengan pengembangan diri paling tidak dapat menambah wawasan dan sebagai wadah pengembangan skill siswa dengan harapan siswa menumbuhkan rasa nasionalisme sebagai putra dan putri Indonesia serta sebagai penerus bangsa yang terus berjuang/berperang untuk mengalahkan kebodahan dalam diri dengan menuntut ilmu pengetahuan setinggi-tingginya untuk menciptakan kreativitas baru”. Tentu saja dengan kegiatan ini generasi muda bisa terus berjuang dan membangun dunia pendidikan yang berprestasi tinggi yang nantinya akan menggantikan para orang tua untuk melanjutkan perjuangan dengan harapan dapat melahirkan siswa yang cerdas, bermoral, kreatif dan berprestasi.

Pramusidiri SMP Raj Yamuna Serangkaian Peringatan Hari Sumpah Pemuda dan Bulan Bahasa





Selain melakukan kegiatan lomba untuk memperingati hari sumpah pemuda dan bulan bahasa SMP Raj Yamuna juga melaksanakan kegiatan kemah. Kemah kali ini diadakan pada senin, 28 Oktober 2013 di daerah Gianyar tempatnya di Gunung Kawi yang dilakasanakan selama dua hari dengan jumlah peserta 52 orang yang terbagi dalam empat regu.
Kegiatan Kemah ini menggambarkan kekompakan dan solidaritas tim work yang solit dalam kelompok untuk menciptakan kesatuan dalam Pramuka. Kegiatan pramuka bertujuan untuk melatih kecakapan, kemandirian, kedisiplinan, atau pramusidiri (Pramuka Siswa Mandiri) dan solidaritas dalam tim work seperti; berlatih membuat menara, berlatih LKBB, latihan P3K, penguatan karakter siswa dengan kegiatan yang positif dalam kreativitas siswa, berlatih yoga, senam pramuka untuk membangun jasmani yang sehat dan semakin menunjukan kedisiplinan diri guna membangun potensi diri dengan selalu melakukan hal positif membentuk siswa yang berkarakter dan mandiri. Pembina pramuka hanya bertugas membimbing dan mengawasi kegiatan siswa selebihnya siswa yang merencanakan serta melaksanakan kegiatan.
Kegiatan Kemah ini akan melatih siswa belajar hidup mandiri, bersolidaritas dalam tim work  dan bisa berorganisasi. Drs. I Made Jasa menyatakan “Kegiatan kemah dan peramuka ini sebagai awal untuk melatih kemandirian, kedisiplinan, berorganisasi, bersolidaritas dalam tim work  yang sering di singkat pramusidiri (Pramuka Siswa Mandiri). dan yang paling khusus bisa menjaga keselamatan diri dengan tujuan bisa diterapka dalam kehidupan siswa sehari-hari di rumah maupun lingkungan masyarakat” ujarnya.


Menurut Yogiantara siswa SMP Raj Yamuna mengatakan “merasa senang dengan diadakannya kegiatan ini, dengan demikian dapat membentuk siswa mandiri, dan disiplin. Kegiatan-kegiatan baru yang lebih menantang supaya ditingkatkan seperti mencari jejak, dan  jerit malam. Sehingga kegiatan pramuka di sekolah Raj Yamuna lebih diminati lagi khususnya oleh siswa-siswi Raj Yamuna”.
Kegitan pramuka seperti kemah ini diharapkan dapat melahirkan siswa yang mempunyai mental kuat tentunya disalurkan dalam kegiatan positif seperti mengemukakan pendapat, berani mengacungkan tangan dalam proses belajar mengajar, menumbuhkan kemandirian, kedisiplinan, solidaritas, dan membangun karakter siswa yang dituangkan dalam kegitan positif sesuai minat dan potensinya.

Saturday, October 19, 2013

Hari Raya Galungan dan Kuningan

Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Namanya berbeda, tapi artinya sama saja. Seperti halnya di Jawa dalam rincian pancawara ada sebutan Legi sementara di Bali disebut Umanis, yang artinya sama: manis.
Agak sulit untuk memastikan bagaimana asal-usul Hari Raya Galungan ini. Kapan sebenarnya Galungan dirayakan pertamakali di Indonesia, terutama di Jawa dan di daerah lain khususnya di Bali. Drs. I Gusti Agung Gede Putra (mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI) memperkirakan, Galungan telah lama dirayakan umat Hindu di Indonesia sebelum hari raya itu populer dirayakan di Pulau Bali. Dugaan ini didasarkan pada lontar berbahasa Jawa Kuna yang bernama Kidung Panji Amalat Rasmi. Tetapi, kapan tepatnya Galungan itu dirayakan di luar Bali dan apakah namanya juga sama Galungan, masih belum terjawab dengan pasti.
Namun di Bali, ada sumber yang memberikan titik terang. Menurut lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan, tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi. Dalam lontar itu disebutkan:
Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.
Artinya:
Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.
Sejak itu Galungan terus dirayakan oleh umat Hindu di Bali secara meriah. Setelah Galungan ini dirayakan kurang lebih selama tiga abad, tiba-tiba — entah apa dasar pertimbangannya — pada tahun 1103 Saka perayaan hari raya itu dihentikan. Itu terjadi keti-ka Raja Sri Ekajaya memegang tampuk pemerintahan. Galungan juga belum dirayakan ketika tampuk pemerintahan dipegang Raja Sri Dhanadi. Selama Galungan tidak dirayakan, konon musibah datang tak henti-henti. Umur para pejabat kerajaan konon menjadi relatif pendek.
Ketika Sri Dhanadi mangkat dan digantikan Raja Sri Jayakasunu pada tahun 1126 Saka, barulah Galungan dirayakan kembali, setelah sempat terlupakan kurang lebih selama 23 tahun. Keterangan ini bisa dilihat pada lontar Sri Jayakasunu. Dalam lontar tersebut diceritakan bahwa Raja Sri Jayakasunu merasa heran mengapa raja dan pejabat-pejabat raja sebelumnya selalu berumur pendek. Untuk mengetahui penyebabnya, Raja Sri Jayakasunu mengadakan tapa brata dan samadhi di Bali yang terkenal dengan istilah Dewa Sraya — artinya mendekatkan diri pada Dewa. Dewa Sraya itu dilakukan di Pura Dalem Puri, tak jauh dari Pura Besakih. Karena kesungguhannya melakukan tapa brata, Raja Sri Jayakasunu mendapatkan pawisik atau "bisikan religius" dari Dewi Durgha, sakti dari Dewa Siwa. Dalam pawisik itu Dewi Durgha menjelaskan kepada raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena tidak lagi merayakan Galungan. Karena itu Dewi Durgha meminta kepada Raja Sri Jayakasunu supaya kembali merayakan Galungan setiap Rabu Kliwon Dungulan sesuai dengan tradisi yang pernah berlaku. Di samping itu disarankan pula supaya seluruh umat Hindu memasang penjor pada hari Penampahan Galungan (sehari sebelum Galungan). Disebutkan pula, inti pokok perayaan hari Penampahan Galungan adalah melaksanakan byakala yaitu upacara yang bertujuan untuk melepaskan kekuatan negatif (Buta Kala) dari diri manusia dan lingkungannya. Semenjak Raja Sri Jayakasunu mendapatkan bisikan religius itu, Galungan dirayakan lagi dengan hikmat dan meriah oleh umat Hindu di Bali.
Makna Filosofis Galungan
Galungan adalah suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari adharma dan mana dari budhi atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam diri manusia.
Selain itu juga memberi kemampuan untuk membeda-bedakan kecendrungan keraksasaan (asura sampad) dan kecendrungan kedewaan (dewa sampad). Harus disadari bahwa hidup yang berbahagia atau ananda adalah hidup yang memiliki kemampuan untuk menguasai kecenderungan keraksasaan.
Galungan adalah juga salah satu upacara agama Hindu untuk mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual agar selalu memenangkan Dewi Sampad untuk menegakkan dharma melawan adharma. Dalam lontar Sunarigama, Galungan dan rincian upacaranya dijelaskan dengan mendetail. Mengenai makna Galungan dalam lontar Sunarigama dijelaskan sebagai berikut:
Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep
Artinya:
Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan ber-satunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran.
Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar Sunarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah merayakan me-nangnya dharma melawan adharma.
Untuk memenangkan dharma itu ada serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum dan setelah Galungan. Sebelum Galungan ada disebut Sugihan Jawa dan Sugihan Bali. Kata Jawa di sini sama dengan Jaba, artinya luar. Sugihan Jawa bermakna menyucikan bhuana agung (bumi ini) di luar dari manusia. Sugihan Jawa dirayakan pada hari Wrhaspati Wage Wuku Sungsang, enam hari sebelum Galungan. Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Sugihan Jawa itu merupakan Pasucian dewa kalinggania pamrastista batara kabeh (Penyucian Dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara).
Pelaksanaan upacara ini adalah dengan membersihkan segala tempat dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Sedangkan pada hari Jumat Kliwon Wuku Sungsang disebutkan: Kalinggania amretista raga tawulan (Oleh karenanya menyucikan badan jasmani masing-masing). Karena itu Sugihan Bali disebutkan menyucikan diri sendiri. Kata bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada di dalam diri. Dan itulah yang disucikan.
Pada Redite Paing Wuku Dungulan diceritakan Sang Kala Tiga Wisesa turun mengganggu manusia. Karena itulah pada hari tersebut dianjurkan anyekung jñana, artinya: mendiamkan pikiran agar jangan dimasuki oleh Butha Galungan. Dalam lontar itu juga disebutkan nirmalakena (orang yang pikirannya selalu suci) tidak akan dimasuki oleh Butha Galungan.
Pada hari Senin Pon Dungulan disebut Penyajaan Galungan. Pada hari ini orang yang paham tentang yoga dan samadhi melakukan pemujaan. Dalam lontar disebutkan, "Pangastawaning sang ngamong yoga samadhi." Pada hari Anggara Wage wuku Dungulan disebutkan Penampahan Galungan. Pada hari inilah dianggap sebagai hari untuk mengalahkan Butha Galungan dengan upacara pokok yaitu membuat banten byakala yang disebut pamyakala lara melaradan. Umat kebanyakan pada hari ini menyembelih babi sebagai binatang korban. Namun makna sesungguhnya adalah pada hari ini hendaknya membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri.
Demikian urutan upacara yang mendahului Galungan. Setelah hari raya Galungan yaitu hari Kamis Umanis wuku Dungulan disebut Manis Galungan. Pada hari ini umat mengenang betapa indahnya kemenangan dharma. Umat pada umumnya melam-piaskan kegembiraan dengan mengunjungi tempat-tempat hiburan terutama panorama yang indah. Juga mengunjungi sanak saudara sambil bergembira-ria.
Hari berikutnya adalah hari Sabtu Pon Dungulan yang disebut hari Pemaridan Guru. Pada hari ini, dilambangkan dewata kembali ke sorga dan meninggalkan anugrah berupa kadirghayusaan yaitu hidup sehat panjang umur. Pada hari ini umat dianjurkan menghaturkan canang meraka dan matirta gocara. Upacara tersebut barmakna, umat menikmati waranugraha Dewata.
Pada hari Jumat Wage Kuningan disebut hari Penampahan Kuningan. Dalam lontar Sundarigama tidak disebutkan upacara yang mesti dilangsungkan. Hanya dianjurkan melakukan kegiatan rohani yang dalam lontar disebutkan Sapuhakena malaning jnyana (lenyapkanlah kekotoran pikiran). Keesokan harinya, Sabtu Kliwon disebut Kuningan. Dalam lontar Sundarigama disebutkan, upacara menghaturkan sesaji pada hari ini hendaknya dilaksana-kan pada pagi hari dan hindari menghaturkan upacara lewat tengah hari. Mengapa? Karena pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara "diceritakan" kembali ke Swarga (Dewa mur mwah maring Swarga).
Demikianlah makna Galungan dan Kuningan ditinjau dari sudut pelaksanaan upacaranya.
Macam-macam Galungan
Meskipun Galungan itu disebut "Rerahinan Gumi" artinya semua umat wajib melaksanakan, ada pula perbedaan dalam hal perayaannya. Berdasarkan sumber-sumber kepustakaan lontar dan tradisi yang telah berjalan dari abad ke abad telah dikenal adanya tiga jenis Galungan yaitu: Galungan (tanpa ada embel-embel), Galungan Nadi dan Galungan Nara Mangsa. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Galungan
Adalah hari raya yang wajib dilakukan oleh umat Hindu untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Berdasarkan keterangan lontar Sundarigama disebutkan "Buda Kliwon Dungulan ngaran Galungan." Artinya, Galungan itu dirayakan setiap Rabu Kliwon wuku Dungulan. Jadi Galungan itu dirayakan, setiap 210 hari karena yang dipakai dasar menghitung Galungan adalah Panca Wara, Sapta Wara dan Wuku. Kalau Panca Waranya Kliwon, Sapta Waranya Rabu, dan wukunya Dungulan, saat bertemunya ketiga hal itu disebut Hari Raya Galungan.
Galungan Nadi
Galungan yang pertama dirayakan oleh umat Hindu di Bali berdasarkan lontar Purana Bali Dwipa adalah Galungan Nadi yaitu Galungan yang jatuh pada sasih Kapat (Kartika) tanggal 15 (purnama) tahun 804 Saka (882 Masehi) atau pada bulan Oktober.
Disebutkan dalam lontar itu, bahwa pulau Bali saat dirayakan Galungan pertama itu bagaikan Indra Loka. Ini menandakan betapa meriahnya perayaan Galungan pada waktu itu. Perbedaannya dengan Galungan biasa adalah dari segi besarnya upacara dan kemeriahannya. Memang merupakan suatu tradisi di kalangan umat Hindu bahwa kalau upacara agama yang digelar bertepatan dengan bulan purnama maka mereka akan melakukan upacara lebih semarak. Misalnya upacara ngotonin atau upacara hari kelahiran berdasarkan wuku, kalau bertepatan dengan purnama mereka melakukan dengan upacara yang lebih utama dan lebih meriah. Disamping karena ada keyakinan bahwa hari Purnama itu adalah hari yang diberkahi oleh Sanghyang Ketu yaitu Dewa kecemerlangan. Ketu artinya terang (lawan katanya adalah Rau yang artinya gelap). Karena itu Galungan, yang bertepatan dengan bulan purnama disebut Galungan Nadi. Galungan Nadi ini datangnya amat jarang yaitu kurang lebih setiap 10 tahun sekali.
Galungan Nara Mangsa
Galungan Nara Mangsa jatuh bertepatan dengan tilem sasih Kapitu atau sasih Kesanga. Dalam lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut:
"Yan Galungan nuju sasih Kapitu, Tilem Galungan, mwang sasih kesanga, rah 9, tenggek 9, Galungan Nara Mangsa ngaran."
Artinya:
Bila Wuku Dungulan bertepatan dengan sasih Kapitu, Tilem Galungannya dan bila bertepatan dengan sasih Kesanga rah 9, tenggek 9, Galungan Nara Mangsa namanya.
Dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala ada menyebutkan hal yang hampir sama sebagai berikut:
Nihan Bhatara ring Dalem pamalan dina ring wong Bali, poma haywa lali elingakna. Yan tekaning sasih Kapitu, anemu wuku Dungulan mwang tilem ring Galungan ika, tan wenang ngegalung wong Baline, Kala Rau ngaranya yan mengkana. Tan kawasa mabanten tumpeng. Mwah yan anemu sasih Kesanga, rah 9 tenggek 9, tunggal kalawan sasih Kapitu, sigug ya mengaba gering ngaran. Wenang mecaru wong Baline pabanten caru ika, nasi cacahan maoran keladi, yan tan anuhut ring Bhatara ring Dalem yanya manurung, moga ta sira kapereg denira Balagadabah.
Artinya:
Inilah petunjuk Bhatara di Pura Dalem (tentang) kotornya hari (hari buruk) bagi manusia, semoga tidak lupa, ingatlah. Bila tiba sasih Kapitu bertepatan dengan wuku Dungulan dan Tilem, pada hari Galungan itu, tidak boleh merayakan Galungan, Kala Rau namanya, bila demikian tidak dibenarkan menghaturkan sesajen yang berisi tumpeng. Dan bila bertepatan dengan sasih Kasanga rah 9, tenggek 9 sama artinya dengan sasih kapitu. Tidak baik itu, membawa penyakit adanya. Seyogyanya orang mengadakan upacara caru yaitu sesajen caru, itu nasi cacahan dicampur ubi keladi. Bila tidak mengikuti petunjuk Bhatara di Pura Dalam (maksudnya bila melanggar) kalian akan diserbu oleh Balagadabah.
Demikianlah dua sumber pustaka lontar yang berbahasa Jawa Kuna menjelaskan tentang Galungan Nara Mangsa. Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Galungan Nara Mangsa disebutkan "Dewa Mauneb bhuta turun" yang artinya, Dewa tertutup (tapi) Bhutakala yang hadir. Ini berarti Galungan Nara Mangsa itu adalah Galungan raksasa, pemakan daging manusia. Oleh karena itu pada hari Galungan Nara Mangsa tidak dilang-sungkan upacara Galungan sebagaimana mestinya terutama tidak menghaturkan sesajen "tumpeng Galungan". Pada Galungan Nara Mangsa justru umat dianjurkan menghaturkan caru, berupa nasi cacahan bercampur keladi.
Demikian pengertian Galungan Nara Mangsa. Palaksanaan upacara Galungan di Bali biasanya diilustrasikan dengan cerita Mayadanawa yang diuraikan panjang lebar dalam lontar Usana Bali sebagai lambang, pertarungan antara aharma melawan adharma. Dharma dilambangkan sebagai Dewa Indra sedangkan adharma dilambangkan oleh Mayadanawa. Mayadanawa diceritakan sebagai raja yang tidak percaya pada adanya Tuhan dan tidak percaya pada keutamaan upacara agama.
Galungan di India
Hari raya Hindu untuk mengingatkan umat atas pertarungan antara adharma melawan dharma dilaksanakan juga oleh umat Hindu di India. Bahkan kemungkinan besar, parayaan hari raya Galungan di Indonesia mendapat inspirasi atau direkonstruksi dari perayaan upacara Wijaya Dasami di India. Ini bisa dilihat dari kata "Wijaya" (bahasa Sansekerta) yang bersinonim dengan kata "Galungan" dalam bahasa Jawa Kuna. Kedua kata itu artinya "menang".
Hari Raya Wijaya Dasami di India disebut pula "Hari Raya Dasara". Inti perayaan Wijaya Dasami juga dilakukan sepuluh hari seperti Galungan dan Kuningan. Sebelum puncak perayaan, selama sembilan malam umat Hindu di sana melakukan upacara yang disebut Nawa Ratri (artinya sembilan malam). Upacara Nawa Ratri itu dilakukan dengan upacara persembahyangan yang sangat khusuk dipimpin oleh pendeta di rumah-rumah penduduk. Nawa Ratri lebih menekankankan nilai-nilai spiritual sebagai dasar perjuangan melawan adharma. Pada hari kesepuluh berulah dirayakan Wijaya Dasami atau Dasara. Wijaya Dasami lebih menekankan pada rasa kebersamaan, kemeriahan dan kesemarakan untuk masyarakat luas.
Perayaan Wijaya Dasami dirayakan dua kali setahun dengan perhitungan tahun Surya. Perayaan dilakukan pada bulan Kartika (Oktober) dan bulan Waisaka (April). Perayaan Dasara pada bulan Waisaka atau April disebut pula Durgha Nawa Ratri. Durgha Nawa Ratri ini merupakan perayaan untuk kemenangan dharma melawan adharma dengan ilustrasi cerita kemenangan Dewi Parwati (Dewi Durgha) mengalahkan raksasa Durgha yang bersembunyi di dalam tubuh Mahasura yaitu lembu raksasa yang amat sakti. Karena Dewi Parwati menang, maka diberi julukan Dewi Durgha. Dewi Durgha di India dilukiskan seorang dewi yang amat cantik menunggang singa. Selain itu diyakini sebagai dewi kasih sayang dan amat sakti. Pengertian sakti di India adalah kuat, memiliki kemampuan yang tinggi. Kasih sayang sesungguhnya kasaktian yang paling tinggi nilainya. Berbeda dengan di Bali. Kata sakti sering diartikan sebagai kekuatan yang berkonotasi angker, seram, sangat menakutkan.
Perayaan Durgha Nawa Ratri adalah perjuangan umat untuk meraih kasih sayang Tuhan. Karunia berupa kasih sayang Tuhan adalah karunia yang paling tinggi nilainya. Untuk melawan adharma pertama-tama capailah karunia Tuhan berupa kasih sayang Tuhan. Kasih sayang Tuhanlah merupakan senjata yang paling ampuh melawan adharma.
Sedangkan upacara Wijaya Dasami pada bulan Kartika (Oktober) disebut Rama Nawa Ratri. Pada Rama Nawa Ratri pemujaan ditujukan pada Sri Rama sebagai Awatara Wisnu. Selama sembilan malam umat mengadakan kegiatan keagamaan yang lebih menekankan pada bobot spiritual untuk mendapatkan kemenangan rohani dan menguasai, keganasan hawa nafsu. Pada hari kesepuluh atau hari Dasara, umat merayakan Wijaya Dasami atau kemenangan hari kesepuluh. Pada hari ini, kota menjadi ramai. Di mana-mana, orang menjual panah sebagai lambang kenenangan. Umumnya umat membuat ogoh-ogoh berbentuk Rahwana, Kumbakarna atau Surphanaka. Ogoh-ogoh besar dan tinggi itu diarak keliling beramai-ramai. Di lapangan umum sudah disiapkan pementasan di mana sudah ada orang yang terpilih untuk memperagakan tokoh Rama, Sita, Laksmana dan Anoman.
Puncak dari atraksi perjuangan dharma itu yakni Sri Rama melepaskan anak panah di atas panggung yang telah dipersiapkan sebelumnya. Panah itu diatur sedemikian rupa sehingga begitu ogoh-ogoh Rahwana kena panah Sri Rama, ogoh-ogoh itu langsung terbakar dan masyarakat penontonpun bersorak-sorai gembira-ria. Orang yang memperagakan diri sebagai Sri Rama, Dewi Sita, Laksmana dan Anoman mendapat penghormatan luar biasa dari masyarakat Hindu yang menghadiri atraksi keagamaan itu. Anak-anak ramai-ramai dibelikan panah-panahan untuk kebanggaan mereka mengalahkan adharma.
Kalau kita simak makna hari raya Wijaya Dasami yang digelar dua kali setahun yaitu pada bulan April (Waisaka) dan pada bulan Oktober (Kartika) adalah dua perayaan yang bermakna untuk mendapatkan kasih sayang Tuhan. Kasih sayang itulah suatu "sakti" atau kekuatan manusia yang maha dahsyat untuk mengalahkan adharma. Sedangkan pada bulan Oktober atau Kartika pemujaan ditujukan pada Sri Rama. Sri Rama adalah Awatara Wisnu sebagai dewa Pengayoman atau pelindung dharma. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan filosofi dari hari raya Wijaya Dasami adalah mendapatkan kasih sayang dan perlindungan Tuhan. Kasih sayang dan perlindungan itulah merupakan kekuatan yang harus dicapai oleh menusia untuk memenangkan dharma. Kemenangan dharma adalah terjaminnya kehidupan yang bahagia lahir batin.
Kemenangan lahir batin atau dharma menundukkan adharma adalah suatu kebutuhan hidup sehari-hari. Kalau kebutuhan rohani seperti itu dapat kita wujudkan setiap saat maka hidup yang seperti itulah hidup yang didambakan oleh setiap orang. Agar orang tidak sampai lupa maka setiap Budha Kliwon Dungulan, umat diingatkan melalui hari raya Galungan yang berdemensi ritual dan spiritual.
(Sumber: Buku "Yadnya dan Bhakti" oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni) 
 http://www.parisada.org

Thursday, October 10, 2013

MAHA BANDANA PRASADA PUPUTAN BADUNG


Maha Bandana Prasada mempunyai arti mewujudkan sesuatu yang agung salah satu kegiatan mengambil nilai nilai luhur yang terkandung dalam peristiwa Puputan Badung, kegiatannya meliputi demo tari, pesertanya  dari sanggar tari se Kota Denpasar, Pameran buku, Budaya dan Agama, Pameran buku Puputan Badung, pentas Budaya dan Pawai Pagelaran seni.

Bandana Negara itulah sebutannya, sebuah kerajaan yang sangat megah, dengan penataan bangunan yang sangat apik yang diatur sesuai Asta Kosala Kosali. Terlebih lagi diimbangi dengan taman-taman yang menghiasi disekeliling kerajaan. Keagungan Kerajaan itu terlihat dari hiasan umbul-umbul, tembok, tedung dan berkibarnya panji-panji kerajaan.

Para abdi kerajaan laki-laki dan perempuan sibuk dengan tugas dan kewajibannya masing- masing. Di balai sidang tampak para penggawa, patih demang dan kerabat kerajaan saling berargumentasi dan bertukar pendapat yang dipimpin oleh seorang raja muda yang juga rakawi ( sastrawan ) Cokordo Mantuk Ring Rama sebutan beliau, disamping beliau tampak seorang rohaniawan yang juga rakawi ( Sastrawan ) Isda Pedanda Made Sidemen. Kedua sastrawan ini seakan-akan tidak bisa dipisahkan oleh siapapun kecuali maut yang menjemput. Ibu Suri mendampingi dengan penuh kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya, mengingat begitu berat beban yang dipikul oleh seorang anak, yaitu memimpin kerajaan Badung setelah dilimpahkan oleh Cokordo Pemecutan IX, karena beliau sakit. Dari kerajaan di utara pasar beliau memerintah, itulah beliau Cokordo Denpasar.


Pada Kegiatan ini siswa-siswi Perguruan Raj Yamuna mendapat kesempatan untuk mengisi salah satu pagelaran seni.


Dokumentasi Kegiatannya : 


 
Powered by TripAdvisor

Life Skill Siswa Berprestasi



Jumat, 20 September 2013 siswa Raj Yamuna mengadakan kegiatan Pramuka. Kegiatan pramuka ini diawali dengan melakukan senam pramuka yang diharapkan dapat membentuk kedisiplinan dan membangun karakter. Rutinitas siswa sebelum memulai pelajaran selalu membersihkan lingkungan sekolah guna menjaga kelestarian lingkungan dengan menerapkan konsep ABA (Asli Bali Alami).

Berdasarkan informasi dari kaur kesiswaan Dra Anak Agung Oka Kusumawati menyatakan “Kegiatan peramuka rutin dilakukan oleh siswa untuk melatih kedisiplinan dan mengembangkan diri untuk membentuk siswa yang berkarakter. Selain itu, kegiatan peramuka kali ini sebagai ajang lomba dalam mensosialisasikan kangker di lingkungan sekolah”. Selain sosialisasi mengenai kangker siswa juga dilatih untuk meracik jamu sebagai obat tradisional yang berasal dari bahan herbal. Lebih lanjut diungkapkan Dra Made Sarni sebagai guru pembina menyatakan bahwa“siswa diajak meracik jamu tradisioal untuk menambah wawasan mengenai racikan rempah-rempah yang diolah secara tradisional untuk mengobati bermacam penyakit". Dalam kesempatan ini jamu yang diracik berasal dari olahan kunyit, mengkudu dan kayu manis. Jamu ini berkasiat untuk melancarkan pencernaan.

Pelatihan cara meracik jamu yang diolah secara tradisional sebagai obat herbal sering kali Sekolah Raj Yamuna sering mengadakan ajang perlombaan bagi para siswa untuk mengembangkan potensi dalam meramu obat herbal khususnya jamu. Seluruh kegiatan ini dilakukan untuk mengembangkan life skill yang dimiliki siswa. Sekolah Raj Yamuna selain mengembangkan life skill yang dimiliki siswa juga mengedepanka proses belajar mengajar untuk melahirkan siswa yang berprestasi dalam bidang akademik maupun non akademik. 


Sunday, September 29, 2013

HUT PERGURUAN RAJ YAMUNA YANG KE-34

Perayaan Hut Perguruan Raj Yamuna yang ke - 34 di rayakan secara interen bersama anak-anak, guru-guru dan karyawan Perguruan Raj Yamuna. Walaupun dirayakan dengan sederhana namun tidak mengurangi semangat dan kebersamaan dari semua Karyawan, Guru dan orang tua murid.
Untuk memeriahkan kegiatan ini diadakan acara lomba-lomba di masing-masing unit seperti :
  • Lomba Mewarnai dan menggambar
  • Lomba aduan Suara
  • Lomba Fashion
  • Lomba Karaoke
  • Lomba Kebersihan Kelas
  • Lomba Basket
  • Lomba Mengkap Belut
  • Lomba Jegeg Bagus

Wednesday, September 18, 2013

Upacara Pediksan,Pelaksanaan Seda Raga Bhawati Jro Gde Okin Adiyana

13 September 2013 // persindonesia.com 
KETRTA DALEM DENPASAR - Seseorang yang me-Diksa tentu sudah memenuhi syarat-syarat formal,diantaranya menemukan Nabe yang bersedia mengangkatnya menjadi Oka(murid). Adalah seorang yang selalu dalam keadaan bersih dan sehat baik lahir maupun bathin.mampu melepaskan diri dari ikatan keduniawian,tenang dan bijaksana,selalu berpedoman kepada Kitab Suci Weda,paham dan mengerti tentang Catur Weda,mampu membaca Sruti dan Smrti,teguh melaksanakan Dharma-Sadhana (sering berbuat amal, jasa, dan kebajikan) teguh melaksanakan Tapa Brata.
      Selanjutnya diterima secara resmi menjadi murid/ Oka dengan upacara “Meperas Dados Oka” sekaligus pawintenan menjadi “Jero Gde/Diksita” (murid utama untuk belajar kesucian). Sejak saat itu Jero Gde/Diksita “aguron-guron” (belajar teori dan praktik) menjadi Sulinggih sambil mempersiapkan mental dan perilaku suci agar memenuhi persyaratan spiritual.
 Lamanya masa aguron-guron ini tergantung pada penilaian Nabe. Apabila dinilai sudah cukup matang, maka calon Diksa mempersiapkan kelengkapan administrasi seperti:
        Surat permohonan mediksa kepada PHDI Kabupaten/Kota,Surat Keterangan berbadan sehat, berkelakuan baik, riwayat hidup, riwayat pendidikan, persetujuan istri, dukungan warga (dadia), dan pas-foto.
Setelah menerima surat permohonan itu, PHDI mengadakan penelitian baik kepada calon Diksa maupun kepada Nabe-nya. Seterusnya diadakan Diksa Pariksa (ujian lisan) oleh PHDI. Apabila dinyatakan lulus dan memenuhi syarat maka dikeluarkanlah Surat Ijin Madiksa oleh PHDI.
     Puncak upacara Madiksa didahului dengan upacara “seda raga”,untuk menghilangkan “sadripu” calon Diksa. Setelah seda raga, dilaksanakan upacara Diksa sehingga “lahirlah seorang Dwijati” yang sudah berubah dibanding ketika masih “walaka”
 
    Upacara Seda-Raga, yaitu suatu upacara yang dilakukan sebelum “me-Diksa” menjadi Brahmana (Pandita). Prosedur mati seperti wafatnya Panca Pandawa: mulai dari kaki (Nakula-Sahadewa), suhu badan menurun-dingin (Arjuna), tenaga (Bima), terakhir: Atman(Yudistira).
Sedangkan yang memindahkan atman ke “daksina lingga” adalah Nabe. Mula-mula Diksita duduk di depan beliau dan seluruh tubuh dibungkus kain kafan dengan rerajahan tertentu. Dengan mantra-mantra khusus,menjadikan Diksita mati raga.
     Setelah mati raga kemudian diusung oleh keluarga dan ditidurkan di bale,tetap dengan rurub dan ada banten pengabenan lengkap. Dilanjutkan oleh puja Nabe menghantarkan atman dari Diksita ke alam nirwana,disertai doa,doa para nabe (nabe Guru Waktra & Nabe Guru Saksi) dalam bahasa sansekerta.
     Tujuan Seda/mati raga adalah untuk menghilangkan “sadripu” calon Diksa. Setelah seda raga, dilaksanakan upacara Diksa sehingga “lahirlah seorang Dwijati” yang sudah berubah dibanding ketika masih “walaka”,mengetahui jalan ke nirwana sehingga bila jadi Sulinggih, nanti bisa menuntun atma-atma yang diupacarai Pitra Yadnya dan bahkan bisa menasihati mereka yang disebut dalam istilah di Lontar yaitu Ngentas atma. Jadi kalau belum melalui upacara seda raga, belum bisa,belum siap,belum boleh muput Pitra Yadnya.
Proses Diksa/Penobatan Sulinggih.
      Seseorang yang me-Diksa tentu sudah memenuhi syarat-syarat formal,diantaranya menemukan Nabe yang bersedia mengangkatnya menjadi Oka(murid). Diksita adalah seorang yang selalu dalam keadaan bersih dan sehat baik lahir maupun bathin.mampu melepaskan diri dari ikatan keduniawian,tenang dan bijaksana,selalu berpedoman kepada Kitab Suci Weda,paham dan mengerti tentang Catur Weda,mampu membaca Sruti dan Smrti,teguh melaksanakan Dharma-Sadhana (sering berbuat amal, jasa, dan kebajikan) teguh melaksanakan Tapa Brata.
     Selanjutnya diterima secara resmi menjadi murid/ putra dengan upacara “meperas” sekaligus pawintenan menjadi “Jero Gde/Diksita” (murid utama untuk belajar kesucian). Sejak saat itu Jero Gde/Diksita “aguron-guron” (belajar teori dan praktik) menjadi Sulinggih sambil mempersiapkan mental dan perilaku suci agar memenuhi persyaratan spiritual.
      Lamanya masa aguron-guron ini tergantung pada penilaian Nabe. Apabila dinilai sudah cukup matang, maka calon Diksa mempersiapkan kelengkapan administrasi seperti:Surat permohonan mediksa kepada PHDI Kabupaten/Kota,surat keterangan berbadan sehat, berkelakuan baik, riwayat hidup, riwayat pendidikan, persetujuan istri, dukungan warga (dadia), dan pas-foto.
       Setelah menerima surat permohonan itu, PHDI mengadakan penelitian baik kepada calon Diksa maupun kepada Nabe-nya. Seterusnya diadakan Diksa Pariksa (ujian lisan) oleh PHDI. Apabila dinyatakan lulus dan memenuhi syarat maka dikeluarkanlah Surat Ijin Madiksa oleh PHDI.
Puncak upacara Madiksa didahului dengan upacara “seda raga yang akan melahirkan seorang Dwijati.
Tgl 13 September 2013
Pelaksanaan Upacara Mediksa Jero Gde Okin Adiyana/Bhawati,”Seda Raga”.
     Dimulai dengan Upacara melaspas mendem pedagingan/dasar,dengan tujuan merubah setatus rumah/Kediaman menjadi Gria,upacara dilaksanakan secara lengkap disertai baris,rejang,wayang lemah,Topeng Sida Karya.
Jero Mangku Gde Okin Adiyana/Bhawati melakukan upacara Seda Raga sebagai puncak upacara Pediksan menjadi seorang Brahmana Dwijati. Proses Upacara dimulai sejak sore hari dimulai dengan puja dari para Nabe.Seda Raga dilaksanakan sekitar jam 6 sore ,atma Sang Diksita dientas dipindahkan ke Daksina Lingga oleh Nabe ,setelag seda raga/mati raga kemudian raga kosong tersebut dipindahkan ke bale, seda raga dilaksanakan hingga keesokan jelang pagi. Diksita diperlakukan selayaknya sebagai seorang yang sudah meninggal dunia,lengkap dengan banten Pengabenan lengkap.
     Keesokan jelang pagi para nabe mengembalikan atman diksita dimasukkan kembali ke badannya dengan mengunakan doa mantra, membangunkan dan kembali seperti sediakala,namun diartikan telah dilahirkan kembali menjadi seorang Dwijati,sekaligus berhak mengunakan prucut (rambut yang diikat ke bagian atas kepala) , dilanjutkan dengan Ngelinggihan Weda/Puja , Mepulanglingga,jadilah Sang Brahmana Dwijati Abhiseka “Ida Panditha Sri Begawan Penyarikan Cista Dharma Jnah Dwija Loka”.
 
     Tgl 14 September 2013, dimulai sejak jam 8 pagi masyarakat sekitar beserta undangan dari berbagai kalangan datang berduyun ke Gria taman Sari Sida karya,guna mengucapkan selamat kepada Ida Panditha Sri Bhagawan Penyarikan,diantaranya yang hadir ; Ketua Pesemetonan Bali-Fukuoka Jepang AA Ngr Gde Widiada,bersama Konsul Jepang,tokoh masyarakat,dll. Secara Khusus perwakilan PHDI Bali ikut hadir sebagai saksi sekaligus lisensi telah sah menjadi Brahmana Dwijati,sekaligus mengucapkan selamat,dalam sekapur sirihnya mewakili PHDI Bali memaparkan  ;
     Dengan bertambahnya sulinggih di bali diharapkan akan membawa Bali kearah yang lebih baik lagi,melalui doa-doa yang dilakukan oleh para sulinggih(Nyurya Swana),kesucian Bali akan membawa keseimbangan kehidupan bagi kita semua,demikian diungkapkan seraya mengharap agar Ida Pandhita Sri Bhagawan Penyarikan sebagai Sulinggih yang baru tetap memegang komitment memegang Dharma seorang Brahmana Dwijati/Sulinggih.
    Ida Panditha Sri Bhagawan Penyarikan secara singkat mengungkapkan , komitment akan tetap melaksanakan Dharma sebagai seorang Sulinggih,karena telah merupakan pituduh/jalan hidup yang diberikan oleh Hyang Siwa/Hyang Maha Kuasa,melaksanakan Dwijati Seda Raga dan kini telah terlahir sebagai Brahmana Dwijati, suatu kebahagiaan telah menjadi abdi Siwa sekaligus mengimplementasikan pegabdian diri ke dalam Dharma Agama dalam kehidupan. Sesuai dengan Dharma seorang Bramana Dwijati,demikian ungkapan Ida Sri Bhagawan Penyarikan.
     Secara singkat Ida Sri Bhagawan Penyarikan menuturkan pengalamannya saat melakukan seda raga “ jiwa terasa terlepas dari badan,melayang berputar-putar ,dan bisa melihat jasad kita mati/seda terlentang di atas balai,mati bukan sesuatu yang menakutkan,namun sebuah kesucian,keindahan untuk menuju sesuatu hal yang baru,demikian.
  
(Gus & dari berbagai sumber), Persindonesia.com


Untuk Foto Kegiatan Lihat di bawah ini


 

Powered by TripAdvisor

Postingan Terbaru